Thursday, March 20, 2014

Dengan Perahu Nelayan ke Karimunjawa

Bartno note

Sunset di Dermaga Karimunjawa


Kami bukan yang mainstream. Kami ingin merasakan kehidupan lokal. Karena itulah saat berkunjung ke Karimunjawa, kami putuskan menyebrang menggunakan kapal nelayan pengangkut barang.

Dengan panjang kira-kira 18 kaki dan tinggi sekitar 3 meter, pak nakhoda membawa 21 penumpang. Untuk siap melangkah dari Pantai Kartini ke Karimunjawa.

Selain kami, ada mahkluk hidup lain yang ikut menyebrang. Sekotak besar anak ayam, mereka payah, kapal belum berangkat tapi sudah teriak-teriak.

Sekotak anak ayam


Satu jam sudah kami berlabuh, daratan perlahan mulai tak nampak. Sebaliknya ombak-ombak mulai berdatangan. 'Woles', pikir kami.

Setelah semakin dalam di lautan Jawa, alunan ombak menggoyang kapal kami, kanan-kiri, kiri-kanan. Persis seperti saat Anda menaiki perahu-perahuan di Dufan, yang penumpangnya selalu berteriak saat ayunan semakin tinggi dan kencang. Kalau kami lebih memilih menyebut nama Tuhan Y.M.E. Parahnya, di kapal ini tak tersedia satu pun life jacket. 'Waduh!' Doa kami pun semakin kuat.

Ombak terus mengayun-ayun kami, pegangan saya perkuat kepada tiang atap dekat saya. Dan saya yakin yang lain juga begitu.

Saya yang duduk di sisi kiri dipaksa mengaca pada laut, kemiringan kapal yang diayun ombak ini mencapai hampir 70 derajat. Pegangan kami pun semakin lebih erat. Terdengar suara muntah dari belakang, ternyata teman kami yang mantan preman itu mengeluarkan isi perutnya. Tak hanya sekali, saya mengingatnya tiga kali.

Bak virus, beberapa yg lain juga mulai muntah-muntah. Dan terlihat lemas setelahnya. Saya yang masih berusaha menahan, akhirnya tak kuasa juga. Isi perut ini keluar semua. Rasa pusing dan lemas pun mengiringi.

Belum pula tampak daratan, dan ombak tak mau berhenti menggoyang-goyang perahu kami. Ya Tuhan tolonglah kami.

Setelah lima jam melaut, kami mulai melihat perahu nelayan lainnya. Terima kasih Tuhan, tampaknya daratan sedikit lagi. Dan lewat di samping kami empat ekor lumba-lumba berenang dengan riangnya, seperti menyambut kami ke Pulau Karimunjawa. Melihat itu, rasa khawatir kami sedikit mereda. Dan itu menjadi perbincangan kecil kami selama sisa perjalanan ini.

Akhirnya Karimunjawa itu nampak. Senangnya! Muka kami berseri-seri. Dalam hitungan kami, lama perjalanan dari Pantai Kartini ke Karimun Jawa memakan waktu sekitar tujuh jam.

Setelah merapat di dermaga, Kami semua berjalan cepat, mencari toilet terdekat. Rupanya bukan saya saja yang menahan buang air kecil, ternyata hampir semuanya, he he he. Dan itu dia, tempat menginap kami sebuah rumah penduduk berlantai dua. Sedap, seusai bersih-bersih, kami disambut dengan prasmanan menu ikan Karimun Jawa.

Setelah kenyang, kami memutuskan menuju dermaga. Katanya di sana sunset-nya bagus. Dan memang mentari yang sedang berjalan pulang kantor ini menjadi pemandangan indah pertama kami di pulau Karimun Jawa yang listriknya mati dari pukul 6 pagi hingga 6 sore.

Melihat keindahan Karimun Jawa, kami jadi ingin ke sini lagi. Namun, tak mau lagi bertaruh nyawa menaiki kapal nelayan pengangkut barang.

Monday, March 10, 2014

Sumur Mitos di Dieng

Bartno Note:

Jatalunda


Terletak di sebelah barat Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Sumur Jalatunda memiliki mitos unik sebagai tempat tujuan wisata.

Ada beberapa kisah mengenai awal terbentuknya sumur ini yang menurut ilmiah terjadi akibat letusan dahsyat ribuan tahun silam. Sepengetahuan kami paling tidak ada empat cerita seru mengenai Sumur Jalatunda.

Pertama, berdasarkan cerita pewayangan katanya sumur ini digunakan sebagai tempat penghubung dunia dengan Sapta Pratala atau bumi lapis ketujuh.

Kedua, Sumur Jalatunda adalah bekas pijakan kaki Bima (tokoh wayang yang mempunyai kekuatan dahsyat dengan bersenjatakan gada). Saat sedang marah Bima menjejakkan kakinya ke tanah sehingga terbentuklah Sumur Jalatunda.

Ketiga, nama Jalatunda berarti jala dan menunda. Maksudnya kalau mempunyai cita-cita janganlah ditunda-tunda atau akhirnya kita akan menyesal, tidak dapat memiliki keingginan yang diharapkan. Sumur Jalatunda sebagai pengingat untuk mengapai cita-cita.

Keempat, siapa yang bisa melempar batu ke seberang sumur keinginannya akan terkabul.

Di luar mitos itu semua, Sumur Jalatunda memiliki pemandangan yang cukup menarik. Menuju ke sana kita harus melewati gapura dan menaiki beberapa anak tangga dengan pemandangan perkebunan penduduk dan bukit yang cantik.

Pemandangan Menuju Jatalunda

Music

Berselancar