Sunday, December 1, 2013

Disambut Ribuan Bintang di Pulau Sempu

Bartno note



Kereta Matarmaja sudah menunggu kami di Stasiun Senen. Tepat jam 14:00 kami berdua menepati janji untuk bersama menuju kota Malang, Jawa Timur.

Lebih kurang 17 jam kami saling mengenal, dan di Stasiun Kota Baru Malang kami berpisah dengan Matarmaja, untuk memulai cerita kami yang baru menuju Pulau Sempu (Segara Anakan).

Dua mobil jenis Elf kami sewa untuk menemani kami ke Pantai Sendang Biru, sebagai titik tolak kami nantinya menuju Pulau Sempu.

Kurang dari tiga jam, kini kami berada di Sendang Biru yang juga sudah diramaikan oleh para wisatawan lain.

Deretan perahu nelayan di sini memiliki dua fungsi. Menangkap ikan dan mengantarkan para wisatawan menuju Pulau Sempu.

Izin dan informasi dari petugas setempat dan penduduk, membuat kami siap untuk menempuh trek yang biasanya memakan waktu 2-3 jam saja.

Cuaca terlihat bersahabat, kami pun telah siap dengan carier kami masing-masing.

Selepas turun dari perahu, kami mengabadikan sejenak wajah-wajah semangat petualang yang sudah tidak sabar melihat secara langsung keindahan Pulau Sempu yang sebelumnya hanya melalui cerita, foto, dan video di dunia maya.

Baru sepertiga jalan, cuaca tiba-tiba berubah. Petir sekali-kali memekik memberi tahu akan segera turun hujan.

Iya tak lama setelah itu, buliran air seukuran bulir beras turun, dan semakin lama semakin banyak saja dan semakin cepat.

Langkah kami pun menjadi merambat. Tanah berubah menjadi lumpur dan licin. Karang tajam menyembul dari bawah dan akar-akar seperti tusuk gigi, juga mulai unjuk gigi.

Sandal kami pun menjadi korban. Ia tertangkap oleh para penguasa lumpur. Kaki kami kalah kuat kala adu tarik dengan mereka. Rusaklah alas kaki kami. Dan kami tak punya tameng lagi untuk menghidar dari karang tajam dan akar seperti tusuk gigi.

Meski sudah meraba-raba dan perlahan-lahan menjejak, tapi karang dan akar yang menang jumlah berhasil menusuk kaki-kaki kami. Aw,,aduh,, ahh,,, wadaw,,, ssss,, keluh kami setiap mereka berhasil mengenai kaki-kaki kami.

Sudah hampir lima jam belum juga Pulau Sempu terlihat, dan gelap semakin pekat. Rasa was-was mulai menyelimuti, Apakah kami akan berhasil?

Kami berhenti sejenak dan mulai bermunajat kepada sang Pemilik Alam Semesta. Alhamdulillah, kami bertemu pihak penjaga yang sedang mencari sepasang wisatawan yang tersesat. Bimbingan arah dari mereka, membantu kami sampai di tujuan dengan selamat. Dan doa kami untuk wisatawan yang lain agar juga mendapat keselamatan sampai sini.

Dalam keadaan lelah dan terluka. Kami mendirikan tenda untuk tempat bermalam. Setelahnya, kami membersihkan diri yang diselimuti lumpur di pantai kecil Pulau Sempu.

Masih rasa sakit di kaki kami terasa. Luka perang dengan akar dan karang belum terobati. Namun alangkah kagetnya kami, setelah hujan berhenti menyambut kami, kini ribuan bintang di angkasa mengatakan "selamat malam". Senyum dan haru kami yang tak pernah melihat begitu banyaknya bintang di angkasa membuncah. Sehingga menghilangkan semua rasa negatif kami, dan yang terpikirkan betapa indahnya tuan rumah kami "Pulau Sempu".

Tapi sayang, tak satupun kamera kami berhasil mengabadikan bintang-bintang indah tersebut. Karena itu mata-mata kami tak pernah mau berhenti menangkap momen ini. "Indahnya."

Pagi pun tiba, sinar mentari menampakan wajah asli Pulau Sempu. Pantai kecil berombak baik, air jernih tempat bermain ikan-ikan kecil, mengudang kami untuk merasakan keramah-tamahannya. Dan di atas bukit karang sana, pandangan luas Samudra Hindia menambah satu lagi kekaguman kami. Dan ini seperti dua sisi berbeda, Pulau Sempu yang dibentengi tebing cuma memberikan sedikit peluang ombak Samudra Hindia masuk melalui celah-celah dindingnya. Kami seperti dilindungi dari ganasnya ombak-ombak Samudra Hinda.

Selepas siang kami pun pulang. Dan dalam hati, Terima Kasih ya Tuhan telah Kau pertemukan kami dengan tuan rumah seindah ini.

No comments:

Post a Comment

Music

Berselancar